Kelapa menjadi komoditas yang menjanjikan untuk Indonesia. Namun sayangnya kelapa yang tumbuh subur di Indonesia masih banyak yang di ekspor ‘bulat-bulat’ , padahal akan jauh lebih menguntungkan jika kelapa diolah menjadi produk dengan nilai tambah.Selama ini ekspor kelapa lebih banyak dalam bentuk ‘mentah’ atau kelapa segar yang belum diolah bernilai tambah tinggi. Akibatnya, industry kelapa kehilangan potensi nilai tambah sebesar Rp 53,85 triliun pada 2018. Hal tersebut menyebabkan besarnya kapasitas produksi yang ‘diam’ atau menganggur pada sector ini.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan). seharusnya industri kelapa bisa bernilai hingga Rp74,23 triliun, namun realisasinya hanya Rp20,38 triliun. Menu rut Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementan Dedi Junaedi, selama ini anggaran besar di sector pertanian masih focus pada pangan.
Tahun lalu potensi produktivitas industri kelapa mencapai 10,44juta ton, namun realisasinya hanya 2,69juta ton. Diharapkan dalam lima tahun ke depan, kelapa akan masuk dalam pengembangan produk strategis. Oleh karena itu, pemerintah jug a berencana mendorong penanaman kembali pohon kelapa dalam lima tahun ke depan, yang selama ini masih berhenti.
Selain itu, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia {LPEl)juga ikut mengoptimalkan ekspor industri pengolahan kelapa LPEI menilai industry ini memiliki potensi yang sangat tinggi apalagi Indonesia merupakan penghasil kelapa terbesar di dunia. LPEI berusaha semakin mendorong jasa pendampingan untuk berbagai sector dalam industry kelapa.
Direktur Eksekutif LPEI Shintya Roesly mengungkapkan bahwa industry pengolahan kelapa masih menghadapi kekurangan bahan baku, karena masih banyak ekspor kelapa butir segar. Industri kelapa pun berkontribusi 4,9% terhadap volume ekspor. Masalah lain dikarenakan ekspor kelapa mentah tidak dikenakan pajak, sehingga kebanyakan ekspor yang dilakukan bukan produk kelapa bernilah tambah.
Indonesia telah memiliki pengalaman pada industri pengolahan kelapa dan hasilnya banyak produk yang diminati. Menurut Shintya, banyak pihakyang dapat mendorong hilirisasi kelapa menjadi produk bernilai tambah sehingga dapat mengurangi ekspor kelapa butir. Selain itu, pemerintah diharapkan membuat regulasi karena ekspor produk kelapa bernilai tambah dapat meningkatkan devisa sekaligus lebih menguntungkan petani kelapa.
Ekspor produk kelapa bernilai tambahjuga mendapat dukungan dari Kementrian Peridustrian (Kemendag) ketimbang ekspor kelapa mentah. Pemerintah jug a mencoba melakukan hilirisasi dengan mengenakan beberapa bea keluar ekspor terhadap komoditas pertanian atau perkebunan agar bisa diolah di dalam negeri.
Sumber :